0

FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN GONORE (Studi Kasus Pada Pekerja Seks Komersial di Objek Wisata Pangandaran Kabupaten Ciamis Tahun 2009)

Abstrak

Dari hasil kegiatan sero survei HIV/AIDS dan IMS Kabupaten Ciamis 2005-2008 yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis, yang merupakan kegiatan rutin Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis yang dilaksanakan setiap satu tahun sekali, menemukan kasus penyakit Gonore 36,32 % dari 201 orang yang diperiksa pada tahun 2005, 68,23 % dari 384 orang yang diperiksa pada tahun 2006, 100 % dari 208 orang yang diperiksa pada tahun 2007, sedangkan pada tahun 2008 terdapat 92,81 % kasus penyakit Gonore dari 167 orang yang diperiksa di Kabupaten Ciamis, dari data tersebut juga terlihat adanya peningkatan kasus penyakit gonore setiap tahunnya. Gonore merupakan penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan faktor-faktor risiko kejadian Gonore pada PSK di Objek Wisata Pangandaran Kabupaten Ciamis. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survei analitik dengan pendekatan Cross sectional. Pengumpulan data melalui wawancara langsung terhadap responden dengan menggunakan kuesioner. Populasi adalah seluruh PSK di Objek Wisata Pangandaran yang tercatat dalam hasil sero survei Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis pada bulan Juni 2009 berjumlah 114 orang, dengan menggunakan teknik simple random sampling (sampel secara acak sederhana) diperoleh sampel sebanyak 43 orang.
Hasil uji statistik Chi Square menunjukan bahwa lama bekerja terbukti merupakan faktor risiko kejadian Gonore (POR I: 26,667 95% CI= 3,726-190,858) dan (POR II: 10 95% CI= 1,732-57,722). Frekuensi pemakaian kondom terbukti merupakan faktor risiko kejadian Gonore (POR I: 95% CI= 1,531-40,541) dan (POR II: 6,750 95% CI=1,276-35,701). Cara Pencucian vagina terbukti merupakan faktor risiko kejadian Gonore (POR:7,857, 95% CI= 1,865-33,097). Jumlah partner seksual terbukti merupakan faktor risiko kejadian Gonore (POR: 6,364, 95% CI= 1,464-27,670). Mobilitas PSK terbukti merupakan faktor risiko kejadian Gonore (POR: 5,2, 95% CI= 1,320-20,488).
Saran yang dikemukakan oleh peneliti adalah sebagai pelaku pekerja seksual yang rentan terkena penyakit Gonore sebaiknya PSK lebih hati-hati dalam melayani pelanggannya, serta sebisa mungkin tetap menggunakan kondom walaupun secara sembunyi-sembunyi. Untuk menanggulangi penyebaran penyakit Gonore perlu adanya kerja sama lintas sektoral dengan lembaga kesehatan lain dalam mempromosikan penggunaan kondom yang sesuai dengan standar kesehatan. Perlu adanya penyuluhan tentang cara- cara pencucian vagina yang sesuai aturan kesehatan.
Kata kunci : Gonore, Faktor-faktor risiko , Obyek Wisata Pangandaran
Kepustakaan : 28 (1986-2009)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
IMS (Infeksi Menular Seksual) disebut juga penyakit kelamin, merupakan salah satu penyakit yang mudah ditularkan melalui hubungan seksual, dengan ciri khas adanya penyebab dan kelainan yang terjadi terutama di daerah genital. IMS sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di negara berkembang. Insiden maupun prevalensi yang sebenarnya di berbagai negara tidak diketahui dengan pasti. Berdasarkan laporan-laporan yang dikumpulkan oleh WHO (World Health Organizations), setiap tahun di seluruh negara terdapat sekitar 250 juta penderita baru yang meliputi penyakit Gonore, Sifilis, Herpes Genetalis, dan jumlah tersebut menurut hasil analisis WHO cenderung meningkat dari waktu ke waktu (Daili, 2005 : 6)
Penyakit yang termasuk dalam kelompok IMS di antaranya Gonore (kencing nanah). Gonore merupakan penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae atau gonokok berbentuk biji kopi dengan lebar 0,8 µ, panjang 1,6 µ bersifat tahan asam, gram negatif yaitu terlihat di luar dan di dalam sel lektosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati dalam keadaan kering dan tidak tahan pada suhu 39ºC. Bakteri ini dapat menular kepada orang lain melalui hubungan seksual dengan penderita dan menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum dan tenggorokan atau bagian putih mata (konjungtiva) (Daili,2005 : 51)

Gejala Gonore yang ditimbulkan pada pria dan wanita sangat berbeda. Pada pria umumnya menyebabkan uretrits akut dengan keluhan subjektif berupa rasa gatal, panas di bagian uretra, keluar nanah dari ujung uretra yang kadang-kadang disertai darah. Pada wanita berbeda dari pria, hal ini disebabkan oleh perbedaan anatomi dan fisiologi alat kelamin pria dan wanita. Pada wanita sering kali tidak merasakan gejala selama beberapa minggu atau bulan dan sebagian besar penderita ditemukan pada waktu pemeriksaan antenatal atau pemeriksaan keluarga berencana. Infeksi pada wanita mulanya hanya mengenai servik uretri, kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada panggul bawah, nanah terlihat lebih banyak dan sakit ketika berkemih (Daili,2005 : 52-53).
Diperkirakan terdapat lebih dari 150 juta kasus gonore di dunia setiap tahunnya, meskipun di beberapa negara cenderung menurun, namun negara lain cenderung meningkat, seperti di Swedia insiden penyakit Gonore terus menurun karena pengendalian IMS yang baik, sedangkan di AS terjadi peningkatan yang mencapai puncaknya pada tahun 1975 yaitu antara 473 per 100.000 penduduk per tahun kemudian menurun 324 per 100.000 penduduk pada tahun 1987. Perbedaan ini menunjukkan bervariasinya tingkat keberhasilan sistem dan program pengendalian IMS yang meliputi peningkatan informasi data, deteksi awal yang menggunakan fasilitas diagnosa yang baik, pengobatan dini dan penelusuran kontak (Daili,2005 : 6-7).
Di Indonesia, dari data yang diambil dari beberapa rumah sakit memberikan hasil bervariasi, di RSU Mataram tahun 1989 dilaporkan kasus gonore yang sangat tinggi yaitu sebesar 52,87 % dari seluruh penderita IMS. Di RS Dr. Pringadi Medan 16 % dari sebanyak 326 penderita IMS, sedangkan di klinik IMS RS Dr. Soetomo antara Januari 1990-Desember 1993 terdapat 3055 kasus uretritis atau 25,22 % dari total penderita IMS dan 1853 atau 60,65 % di antaranya menderita Uretritis gonore, di RS Kariadi Semarang Gonore menempati urutan ke-tiga atau sebesar 17,56 % dari seluruh penderita IMS tahun 1990-1994, di RSUP Palembang prevalensi Gonore sebesar 39 % pada tahun 1990 (Daili, 2005 : 7).
Dari hasil kegiatan sero survei HIV/AIDS dan IMS Kabupaten Ciamis 2005-2008 yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis, yang merupakan kegiatan rutin Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis yang dilaksanakan setiap satu tahun sekali, menemukan kasus penyakit Gonore 36,32 % dari 201 orang yang diperiksa pada tahun 2005, 68,23 % dari 384 orang yang diperiksa pada tahun 2006, 100 % dari 208 orang yang diperiksa pada tahun 2007, sedangkan pada tahun 2008 terdapat 92,81 % kasus penyakit Gonore dari 167 orang yang diperiksa di Kabupaten Ciamis, dari data tersebut juga terlihat adanya peningkatan kasus penyakit gonore setiap tahunnya.
Studi Epidemiologi menunjukkan faktor-faktor risiko terjadinya Gonore meliputi adanya sumber penularan penyakit, bergonta-ganti pasangan seksual, tidak menggunakan kondom pada saat berhubungan seksual, penggunaan kondom hanya sebagai pencegah kehamilan bukan sebagai pencegah penularan penyakit Gonore, prostitusi, kebebasan individu dan ketiaktahuan serta keterbatasan sarana penunjang (Daili, 2005 :4). Prilaku seksual berupa bergonta-ganti pasangan seksual akan meningkatkan penularan penyakit Gonore. Gonore selain ditularkan dengan cara berhubungan seksual, juga dapat ditularkan melalui barang perantara yang sudah dipakai oleh penderita, seperti misalnya : pakaian dalam, handuk, termometer dan sebagainya ( Djuanda, 1987 : 299)
Pada dasarnya orang yang sudah aktif secara seksual dapat tertular penyakit menular seksual. Kelompok berisiko tinggi terkena infeksi menular seksual yaitu PSK (Pekerja Seks Komersial), orang yang mempunyai satu pasangan seksual tetapi pasangan seksualnya suka berganti-ganti pasangan seksual, usia 16-24 tahun pada wanita, 20-34 pada laki-laki, homoseksual dan pecandu narkotika (Daili, 2005). Angka penyakit IMS di kalangan PSK (Pekerja Seks Komersial) tiap tahunnya menunjukkan peningkatan. Saat ini diperkirakan 80%-90% PSK terinfeksi IMS seperti : Neisseria gonorrhoeae, Herpes simplex vinio tipe 2 dan clamidia. Penelitian prevalensi IMS pada PSK yang diselenggarakan oleh Sub Direktorat AIDS dan IMS, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Indonesia bekerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dan Program ASA pada tahun 2003, melaporkan bahwa di Jayapura terdapat 62%-93% PSK jalanan yang terinfeksi IMS, 54%-74% PSK lokalisasi, dan 48%-77% PSK tempat hiburan (http://downloads.ziddu.com).
PSK (Pekerja Seks Komersial) adalah sekelompok orang yang dianggap oleh masyarakat sebagai kaum marginal. Pada Ensiklopedia Nasional Indonesia dijelaskan bahwa kata “pelacur” sama artinya dengan “prostitusi” merupakan kegiatan manusia dalam menjual atau menyewakan tubuhnya untuk kenikmatan orang lain dengan mengharapkan sesuatu imbalan atau upah. Di kalangan masyarakat Indonesia, pelacuran dipandang negatif, dan mereka yang menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai sampah masyarakat (http://www.wikipedia.com).


Faktor-faktor yang meningkatkan risiko penyakit gonore pada PSK di antaranya pengetahuan PSK tentang gonore rendah, karena semakin tidak mengetahui tentang gonore maka semakin besar kemungkinan tertular gonore sebab tidak dapat melakukan upaya pencegahan gonore; tingkat pendidikan PSK, sebagian besar PSK berpendidikan rendah, kesadaran berisiko tertular gonore diduga berkorelasi dengan tingkat pendidikan, asumsinya adalah semakin tinggi pendidikan, semakin mengerti seseorang bahwa ia melakukan pekerjaan yang berisiko terinfeksi gonore; usia PSK, karena semakin muda usia wanita maka semakin rentan tertular IMS; lama bekerja sebagai PSK, karena makin lama masa kerja seorang PSK maka makin besar kemungkinan dia telah melayani pelanggan yang mengidap gonore/IMS bahkan HIV/AIDS; mobilitas, karena dapat menyebabkan kurang maksimalnya dampak pengobatan masal gonore/IMS; jumlah partner seksual, karena semakin besar jumlah partner seks maka makin besar kemungkinan tertular penyakit gonore/IMS; cara pencucian vagina, karena dengan seringnya seorang PSK berhubungan seksual maka semakin sering dia mencuci vaginanya dengan cairan antiseptik yang dapat mengakibatkan rentan berkembangnya kuman gonokok dalam serviknya; dan tingkat pemakaian kondom (http://icaap9.aidsindonesia.or.id, 2003).
Pangandaran merupakan salah satu objek wisata alam yang berupa pantai. Keindahan pantai Pangandaran telah tersebar sampai ke seluruh Indonesia bahkan ke mancanegara. Dengan masuknya para wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri diikuti juga dengan masuknya arus informasi dan globalisasi yang bebas. Banyaknya informasi dari media cetak dan elektronik sebagai akibat dari globalisasi menyebabkan terjadinya perubahan perilaku yang menyimpang karena adaptasi terhadap nilai-nilai dari luar yang berdampak negatif. Sistem nilai baru tersebut sering kali bertentangan dengan sistem yang sudah ada, yang memberi pengaruh terhadap gaya hidup, termasuk perilaku seksual yang tidak sehat. Prostitusi merupakan dampak dari pengaruh sistem nilai baru yang dibawa oleh para pendatang, bahkan kebanyakan para PSK datang dari luar Pangandaran. Dengan masuknya para PSK ke Pangandaran, maka masuk pula penyebaran berbagai macam penyakit menular seksual, mulai dari gonore sampai HIV/AIDS.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis, pada tahun 2006 terdapat 47,92 % yang positif menderita penyakit gonore dari 265 orang PSK yang diperiksa, sedangkan 2,13 % positif menderita sifilis dan 2,27 % positif terkena HIV. Dari data di atas terlihat bahwa penyakit gonore paling banyak diderita para PSK dari pada penyakit menular seksual lainnya. Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang Faktor-faktor Risiko Kejadian Penyakit Gonore pada Pekerja Seks Komersial di Objek Wisata Pantai Pangandaran Kabupaten Ciamis.

Leave a Reply